Salemba,
Jakarta—Jari-jari itu masih cekatan bermain pada papan jari alat musik
kesukaannya. Tangan yang satunya lagi begitu piawai menggesek-gesek
senar yang dibentangkan. Sesekali ia berhenti memainkan alat musiknya,
dan berdendang mengikuti beberapa bait lagu yang diputar. Sebanyak empat
lagu ia selesaikan dengan sempurna. Standing ovation lantas membahana
di tiap sudut pentas. Tidak ada yang menyangsikan kehebatan violis Idris
Sardi, salah satu yang terbaik di Indonesia.
Namun, bukan itu yang menjadi puncak dari penghargaannya. Hari itu, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bersama Sinamatek Indonesia menasbihkan Idris Sardi sebagai Tokoh Perfilman Indonesia mengikuti jejak tokoh perfilman lain yang lebih dulu dibuatkan laman khusus masing-masing. Idris Sardi memang bukan dikenal sebagai aktor atau sutradara lawas Tanah Air. Alunan biola sang Maestro telah banyak menghiasi perfilman Nasional sebagai penata musik (ilustrator). Lebih dari 150 judul film menjadi bukti sahih kehebatan Mozart-nya Indonesia. Sepuluh penghargaan Citra diraihnya lewat film Perkawinan, Cinta Pertama (1974), Cinta (1976), Ibunda (1986), Tjoet Nja Dhien (1988), Noesa Penida (1998), dan Kuberikan Segalanya (1992).
Namun, bukan itu yang menjadi puncak dari penghargaannya. Hari itu, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bersama Sinamatek Indonesia menasbihkan Idris Sardi sebagai Tokoh Perfilman Indonesia mengikuti jejak tokoh perfilman lain yang lebih dulu dibuatkan laman khusus masing-masing. Idris Sardi memang bukan dikenal sebagai aktor atau sutradara lawas Tanah Air. Alunan biola sang Maestro telah banyak menghiasi perfilman Nasional sebagai penata musik (ilustrator). Lebih dari 150 judul film menjadi bukti sahih kehebatan Mozart-nya Indonesia. Sepuluh penghargaan Citra diraihnya lewat film Perkawinan, Cinta Pertama (1974), Cinta (1976), Ibunda (1986), Tjoet Nja Dhien (1988), Noesa Penida (1998), dan Kuberikan Segalanya (1992).