SELAMAT DATANG DI PERPUSTAKAAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM Perpustakaan Badan Pengusahaan Batam
Gunakan Scroll Mouse/Keyboard Untuk Mengscroll Halaman

Selasa, 28 Januari 2014

Perpusnas Luncurkan Web Seri Tokoh Perfilman Idris Sardi : Nasionalisme Ala Sang Maestro

16 Desember 2013, (Senin). sumber PNRI


Salemba, Jakarta—Jari-jari itu masih cekatan bermain pada papan jari alat musik kesukaannya. Tangan yang satunya lagi begitu piawai menggesek-gesek senar yang dibentangkan. Sesekali ia berhenti memainkan alat musiknya, dan berdendang mengikuti beberapa bait lagu yang diputar. Sebanyak empat lagu ia selesaikan dengan sempurna. Standing ovation lantas membahana di tiap sudut pentas. Tidak ada yang menyangsikan kehebatan violis Idris Sardi, salah satu yang terbaik di Indonesia.

Namun, bukan itu yang menjadi puncak dari penghargaannya. Hari itu, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bersama Sinamatek Indonesia menasbihkan Idris Sardi sebagai Tokoh Perfilman Indonesia mengikuti jejak tokoh perfilman lain yang lebih dulu dibuatkan laman khusus masing-masing. Idris Sardi memang bukan dikenal sebagai aktor atau sutradara lawas Tanah Air. Alunan biola sang Maestro telah banyak menghiasi perfilman Nasional sebagai penata musik (ilustrator). Lebih dari 150 judul film menjadi bukti sahih kehebatan Mozart-nya Indonesia. Sepuluh penghargaan Citra diraihnya lewat film Perkawinan, Cinta Pertama (1974), Cinta (1976), Ibunda (1986), Tjoet Nja Dhien (1988), Noesa Penida (1998), dan Kuberikan Segalanya (1992).

Rasa nasionalisme Idris Sardi dibuktikan dari tiap musik yang dihasilkan untuk film dimana ia terlibat. Meski memiliki background musik klasik, namun Idris Sardi selalu memasukkan nuansa Indonesia. Ketika ditanya resep kesuksesannya, ia hanya menjawab singkat, “kuncinya disiplin,” ujar Idris Sardi saat menghadiri peluncuran web khusus dirinya di Ruang Teater Perpusnas, Senin, (16/12). Faktor kedekatan dengan Sang Pencipta sangat diyakini berada dibelakang rentetan keberhasilan yang diraihnya.

Di masukkannya Idris Sardi sebagai salah satu Tokoh Perfilman Indonesia merupakan yang pertama kalinya yang bukan berlatar belakang aktor/sutradara. Ketua Sinamatek Adi Surya Abdi menjelaskan selain gambar, musik juga memegang peran penting sebagai penunjang kesuksesan film. Film merupakan heritage (warisan budaya) bangsa. Jika dokumen yang berkaitan tentang ketokohan perfilman tidak terdokumentasi dengan baik, lambat laun akan lenyap, karena informasi yang beredar hanya melalui tutur yang bisa berubah-ubah. Lain halnya jika dibuat ke dalam bentuk multi media. “Karena itu kenyataan yang benar,” kata Adi Surya Abdi.

Adi mencontohkan di luar negeri, arsip film sangat diperhatikan. Mengapa demikian, karena arsip film dapat menjawab pertanyaan pihak-pihak yang ingin mengetahui (analisa) sejarah dari film-film yang dihasilkan pada masanya. Pembuatan web khusus tentang tokoh perfilman merupakan bentuk pemanfaatan tekonologi, informasi, dan komunikasi (TIK) yang bertujuan agar masyarakat lebih kenal dengan Perpusnas lewat dunia maya (maya).

Idris Sardi yang lahir di Jakarta, 7 Juni 1938, belajar bermain bola dari orang tuanya Mas Sardi dalam Orkes Studo (RRI) Jakarta. Paskawafat sang ayah, Idris langsung menggantikan posisi orang tuanya di orkes yang sama. Mas Sardi dikenal publik sebagai ilustrator musik untuk film. Walau bakat musik diwariskan dari ayahnya, tapi Idris juga mewarisi bakat akting, dan sempat bermain film berjudul Tiada Waktu Bicara (1974). Nama Idris Sardi dikenal sebagai ilustrator musik film sejak Pesta Musik Labana (1960). Idris Sardi mulai dikenal ketika berhasil meraih penghargaan pada Pekan Apresiasi Film Nasional lewat film Petir Sepandjang Malam (1967). Sejak itu, tawaran dan permintaan mengalir setelah merebut pila pada Festival Film Asia (1970) lewat judul Bernafas Dalam Lumpur. Tahun 1973, menjadi tahun pertama Idris Sardi meraih piala Citra dalam film Perkawinan. Dan berikutnya seolah menjadi milik Sang Maestro dengan merebut 10 penghargaan Citra lewat berbagai judul film dimana ia terlibat.

0 komentar:

Posting Komentar